Ingin rasanya untuk menuliskan kembali salah satu potongan kisah hidup saya. Belum terlalu lama memang. Sekitar 6 bulan yang lalu. Disaat bulan suci Ramadhan sudah berlalu dan takbir di seluruh penjuru kampung terdengar pertanda hari raya Id sedang dirayakan.
Ingatkan, semuanya berawal dari sms (lupa tanggal tepatnya, rasanya tanggal 31 Agustus 2011) yang berisi, "kirim masing-masing puisi kalian, paling lambat nanti malam." Intinya untuk saling mengirimi puisi. Ya, walaupun ternyata sms itu berakhir dengan kepolosan saya sebagai orang pertama dengan mengirimkan puisi abal-abal yang sangat jauh dari yang diharapkan. Bagaimana tidak, saya hanya asal corat-coret dan menulisnya dalam 15 menit. Tanpa memikirkan diksi yang bagus. Terlebih lagi, rupanya cuma saya sendiri yang benar-benar mengirim malam itu. Ah, betapa polosnya (terserah mau baca apa) saya waktu itu. #eh? Sms yang berisi komentar terhadap puisi yang saya buat pun datang satu persatu. "haha, AKU.. ", "ente kritis ya orangnya", Errrr...
Tidak ingin menjadi satu-satunya yang membuat, saya pun memaksa dua orang itu untuk segera mengirimkannya. "Je, saya lagi sakit. Ntar lah saya kirim yaa." Oke. Berhubung sakit, saya kasihan dan tidak menuntutnya untuk mengirimnya malam itu juga. Nah, yang satu lagi aneh,"saya gak bakal ngirim sebelum Bola Kasti ngirim." Dasar anak kecil. Susah. Banyak maunya. Sandal Jepit.
Awalnya sedikit kurang senang juga karena tidak ada satupun yang mengirimkannya. Tapi keesokan harinya, tepatnya siang hari pukul 12 lewat, masuk sebuah pesan. "Je, ini puisi saya. Tapi saya ambil dari dokumen aja. Udah lama buatnya." Untungnya ni Bola Kasti sakit, kalau nggak saya suruh untuk buat puisi yang baru. Berikut Puisi yang dikirimkan.
Ya, puisi kedua yang datang. Puisi yang dibuat jauh lebih bagus dari yang saya buat. Ah, sepertinya tidak ada bakat yang saya miliki dibidang ini. "Puisinya mesum, ada bugil-bugilan-nya, haha". Awalnya ingin mengirimkan SMS yang isinya itu. Tapi nggak jadi. haha. Ditimpuk sama botol nantinya.
Artinya masih ada satu lagi. Sandal Jepit. Sekarang giliran dia untuk mengirimkan puisi. "Puisi ente mana..? Bola Kasti yang lagi sakit aja udah ngirim." "Ogah, males.. :p " Setiap ditanya dan diminta ngirim, jawabannya tidak jauh-jauh dari kalimat itu. Saya pun bilang, " Janji itu hutang lo.." Tapi, yang namanya anak kecil, tetap saja susah. Beda dengan anak kecil yang sebenarnya, imut, polos, penurut dan cengeng.
Jam 22:32:11 Wib, masuk sebuah pesan ke HP saya. Ternyata si Sandal mau juga untuk mengirimkan puisi yang dibuatnya. Tapi keliatannya terpaksa buatnya, sampai-sampai lupa ngasih judul. Puisi ini saya kasih judul "Untitled Poem" daripada tidak ada judul sama sekali. *emang ada bedanya?
Setelah mengingat ini , jadi kepikiran kapan seperti ini kembali ? Mengutip lirik lagu Jikustik (yang diacak), " Kapan lagi ku tulis untuk mu, Tulisan-tulisan indahku yang dulu, pernah warnai dunia, Mungkinkah kau kan kembali lagi, menemaniku menulis lagi. "
Artinya masih ada satu lagi. Sandal Jepit. Sekarang giliran dia untuk mengirimkan puisi. "Puisi ente mana..? Bola Kasti yang lagi sakit aja udah ngirim." "Ogah, males.. :p " Setiap ditanya dan diminta ngirim, jawabannya tidak jauh-jauh dari kalimat itu. Saya pun bilang, " Janji itu hutang lo.." Tapi, yang namanya anak kecil, tetap saja susah. Beda dengan anak kecil yang sebenarnya, imut, polos, penurut dan cengeng.
Jam 22:32:11 Wib, masuk sebuah pesan ke HP saya. Ternyata si Sandal mau juga untuk mengirimkan puisi yang dibuatnya. Tapi keliatannya terpaksa buatnya, sampai-sampai lupa ngasih judul. Puisi ini saya kasih judul "Untitled Poem" daripada tidak ada judul sama sekali. *emang ada bedanya?
Setelah mengingat ini , jadi kepikiran kapan seperti ini kembali ? Mengutip lirik lagu Jikustik (yang diacak), " Kapan lagi ku tulis untuk mu, Tulisan-tulisan indahku yang dulu, pernah warnai dunia, Mungkinkah kau kan kembali lagi, menemaniku menulis lagi. "
0 comments:
Post a Comment