Judul : Air Mata Terakhir Bunda
Penulis : Kirana Kejora
Penerbit : Hi-Fest Publishing
Cetakan : I, September 2011
Tebal : 202 hlmn
Doa ibu adalah
segala hal bagi anak-anaknya. Ibu adalah Tuhan kecil dengan ketulusan cintanya.
Dia tak pernah mengharapkan balasan apa-apa dari anak-anaknya. Baginya,
tugasnya hanyalah memberi dan memberi. Mengandung, melahirkan, menyusui,
merawat, membesarkan hingga menghantarkan anaknya menjadi manusia yang berguna
adalah kewajiban dari cinta yang Tuhan titipkan padanya (hal 8).
Sriyani, orang tua tunggal bagi
dua orang anaknya, Delta dan Iqbal. Walau hidup dalam kekurangan, Sriyani
pantang meminta bantuan dari suami yang meninggalkannya. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolah kedua anaknya, ia menjadi buruh
cuci sambil berjualan lontong kupang, makanan khas kota lumpur Sidoarjo yang ia
jajakan sendiri dengan sepeda tuanya.
Walau hidup dalam kemiskinan, Sriyani mendidik Delta dan Iqbal untuk tidak
meratapinya. Ia tidak ingin melihat anaknya sedih dalam kemiskinan, dalam
setiap kesempatan ia selalu menekankan pada kedua anaknya bahwa kemiskinan
bukanlah petaka yang harus diratapi, tetapi harus dihadapi dengan bekerja. Dari
ketegaran, kekuatan doa, dan cinta seorang ibu yang dahsyat inilah Delta tumbuh
dan bersekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi. Ketika gelar sarjana diraih,
keinginan terbesarnya adalah mempersembahkan gelar tersebut pada Ibu yang
begitu mencintainya tanpa pamrih.
Melihat dan membaca penggambaran
tokoh Sriyani sebagai Ibu yang tegar dalam novel ini, maka tak salah jika sabda
nabi mengatakan “Surga berada di bawah telapak kaki seorang Ibu”. Seorang Ibu
yang mau mengorbankan apa yang ada pada dirinya hanya agar anaknya dapat
merasakan indahnya kehidupan di dunia. “Biarlah ibu
yang makan sedikit, ibu yang kurang tidur dan ibu
saja yang merasakan sakit ini, Nak.”
Meskipun novel ini menggambarkan
kesedihan dan kesusahan yang dialami oleh Sriyani, namun Key tidak membuat
ceritanya dengan menggunakan bahasa atau kalimat mengiba-iba. Key lebih menggambarkan
semua itu melalui dialog antar tokoh yang sarat makna. “Jangan
pernah menjual kesedihan dan tangismu hanya untuk masa depan, karena masa depan
adalah rancangan, kehidupan adalah sekarang, hadapi!”.
Itulah gambaran seorang ibu
dimata penulis produktif asal Surabaya, Kirana ‘Key’ Kejora. Di novelnya yang
ke-9 ini, Key mengisahkan bagaimana doa, ketulusan, kasih sayang, dan kegigihan
seorang ibu yang dalam kemiskinannya mampu melewati getirnya hidup dengan tegar
hingga anak-anaknya dapat meraih cita-cita dan impiannya. Novel ini menunjukkan
betapa besarnya pengorbanan yang dilakukan oleh seorang Ibu demi anak-anak yang
dicintainya. Sosok yang tersenyum ketika tangisan pertama anaknya terdengar di
dunia, meski baru saja meregang nyawa demi lahirnya anak tersebut. Setelah membaca
buku ini, pembaca akan kembali tersentuh hatinya dan akan berfikir kembali
untuk menyakiti hati Ibunya.
0 comments:
Post a Comment