Thursday 17 May 2012

Ketulusan Cinta Ibu

Thursday 17 May 2012

Judul               : Air Mata Terakhir Bunda
Penulis             : Kirana Kejora
Penerbit           : Hi-Fest Publishing
Cetakan           : I, September 2011
Tebal               : 202 hlm
n

Doa ibu adalah segala hal bagi anak-anaknya. Ibu adalah Tuhan kecil dengan ketulusan cintanya. Dia tak pernah mengharapkan balasan apa-apa dari anak-anaknya. Baginya, tugasnya hanyalah memberi dan memberi. Mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, membesarkan hingga menghantarkan anaknya menjadi manusia yang berguna adalah kewajiban dari cinta yang Tuhan titipkan padanya (hal 8).
Sriyani, orang tua tunggal bagi dua orang anaknya, Delta dan Iqbal. Walau hidup dalam kekurangan, Sriyani pantang meminta bantuan dari suami yang meninggalkannya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolah kedua anaknya, ia menjadi buruh cuci sambil berjualan lontong kupang, makanan khas kota lumpur Sidoarjo yang ia jajakan sendiri dengan sepeda tuanya.
Walau hidup dalam kemiskinan, Sriyani mendidik Delta dan Iqbal untuk tidak meratapinya. Ia tidak ingin melihat anaknya sedih dalam kemiskinan, dalam setiap kesempatan ia selalu menekankan pada kedua anaknya bahwa kemiskinan bukanlah petaka yang harus diratapi, tetapi harus dihadapi dengan bekerja. Dari ketegaran, kekuatan doa, dan cinta seorang ibu yang dahsyat inilah Delta tumbuh dan bersekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi. Ketika gelar sarjana diraih, keinginan terbesarnya adalah mempersembahkan gelar tersebut pada Ibu yang begitu mencintainya tanpa pamrih.
Melihat dan membaca penggambaran tokoh Sriyani sebagai Ibu yang tegar dalam novel ini, maka tak salah jika sabda nabi mengatakan “Surga berada di bawah telapak kaki seorang Ibu”. Seorang Ibu yang mau mengorbankan apa yang ada pada dirinya hanya agar anaknya dapat merasakan indahnya kehidupan di dunia. “Biarlah ibu yang makan sedikit, ibu yang kurang tidur dan ibu saja yang merasakan sakit ini, Nak.”
Meskipun novel ini menggambarkan kesedihan dan kesusahan yang dialami oleh Sriyani, namun Key tidak membuat ceritanya dengan menggunakan bahasa atau kalimat mengiba-iba. Key lebih menggambarkan semua itu melalui dialog antar tokoh yang sarat makna. Jangan pernah menjual kesedihan dan tangismu hanya untuk masa depan, karena masa depan adalah rancangan, kehidupan adalah sekarang, hadapi!”.
Itulah gambaran seorang ibu dimata penulis produktif asal Surabaya, Kirana ‘Key’ Kejora. Di novelnya yang ke-9 ini, Key mengisahkan bagaimana doa, ketulusan, kasih sayang, dan kegigihan seorang ibu yang dalam kemiskinannya mampu melewati getirnya hidup dengan tegar hingga anak-anaknya dapat meraih cita-cita dan impiannya. Novel ini menunjukkan betapa besarnya pengorbanan yang dilakukan oleh seorang Ibu demi anak-anak yang dicintainya. Sosok yang tersenyum ketika tangisan pertama anaknya terdengar di dunia, meski baru saja meregang nyawa demi lahirnya anak tersebut. Setelah membaca buku ini, pembaca akan kembali tersentuh hatinya dan akan berfikir kembali untuk menyakiti hati Ibunya.

0 comments:

Post a Comment

 
Kotak Hitam © 2008. Design by Pocket